Langsung ke konten utama

Utang piutang menjadi hak keperdataan setiap orang. Namun bolehkah dipidana orang yang tidak membayar atau telat mencicil utang. ?




"Bagaimana Hukum Utang Piutang dan Tata Cara Penyelesaiannya?"

Kronologis Kasus :
Mohon informasi untuk kendala yang saya alami. Di mana saya masih belum bisa melunasi sisa utang usaha kepada pemasok barang. Selama ini tidak ada masalah (masih terus melakukan pembayaran). Tetapi saat ini masih kesulitan sehingga masih ada sisa. Sang pemasok mengancam akan menempuh jalur hukum dengan pasal pidana.

Saya bingung di mana unsur pidananya sedangkan selama ini pembayaran lancar dan sisanya memang agak tersendat bahkan sebenarnya tidak ada akad tempo pembayaran. 

Cara Penyelesaian : 

Bahwa nampak jelas yakni sisa hutang-piutang antara bapak/ibu dan lawan transaksinya merupakan hubungan hukum perjanjian. Penulis hendak membuat jelas maksud hukum perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang yang disusun dan diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio berbunyi Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal."

Dari segi ilmu hukum perdata, kesepakatan dan kecakapan disebut syarat subjektif sedangkan suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif. 

Menurut Subekti (1963) bahwa frasa "sepakat mereka yang mengikatkan dirinya" pada angka 1 (satu) di atas memiliki arti para subjek hukum yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju atau menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. 

Contoh, subjek hukum A sebagai penjual menerima sejumlah uang atas barang/jasa yang ia jual, sedangkan subjek hukum B sebagai pembeli menginginkan barang/jasanya si A. Selanjutnya, pada angka 2 (dua) di atas frasa "kecakapan untuk membuat suatu perikatan" memiliki makna subjek hukum atau para pihak dalam perjanjian sebagaimana angka 1 (satu) harus orang dewasa atau sehat pikirannya. Pada angka 3 (tiga) di atas, frasa "suatu hal tertentu" memiliki maksud ada hak dan kewajiban antara para subjek hukum atau para pihak yang diatur secara jelas. 

Jika kembali kepada contoh di atas bahwa kata "barang/jasa" maupun kata "sejumlah uang" mesti dibuat jelas atau terang. Terakhir, pada angka 4 (empat) di atas, frasa "suatu sebab yang halal" mempunyai penjelasan bahwa barnag/jasa bukan berasal dari hasil kejahatan atau sebab yang terlarang/tak patut.

Dalam pelaksanaan perjanjian sebagaimana dialami bapak/ibu rupa-rupanya terjadi kesulitan untuk pelunasan hutang sehingga kondisi ini disebut sebagai wanprestasi (kelalaian), jenis-jenisnya sebagai berikut :
• Sama sekali tidak memenuhi prestasi.
• Tidak tunai memenuhi prestasi.
• Terlambat memenuhi prestasi.
• Keliru memenuhi prestasi.

Kedua, pada titik ini, isu dan permasalahan hukum yang timbul adalah wanprestasi sebagaimana pertanyaan bapak/ibu di atas maka tata cara penyelesaiannya dapat ditempuh melalui perdamaian seperti negosiasi/mediasi dan atau gugatan ganti rugi ke pengadilan.

Ketiga atau yang terakhir, akan tetapi jika perjanjian antara A dan B sebagaimana contoh di atas memiliki skema berikut: barang/jasa yang dijual oleh A kepada B tidak pernah ada (muncul unsur kebohongan, tipu muslihat atau keadaan palsu) dan B telah menyerahkan sejumlah uang kepada A. Ia bukan wanprestasi.

Sampai sini, ketentuan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disusun dan diterjemahkan oleh Moeljatno berbunyi:

"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Demikian jawaban dari penulis semoga bermanfaat. Jika memiliki kekurangan dalam penulisan proses penyelesaian masalah ini penulis dapat menerima setiap masukan dan kritikan demi kesempurnaan dan kemanfaatan bersama.

Terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PILKADA MATIM 2024 : Kualitas Pemilih Menjadi Kunci (opini)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, di mana rakyat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin mereka secara langsung. Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak ini akan dilaksanakan, Rabu 27 November 2024 mendatang. Di Kabupaten Manggarai Timur,  kabupaten yang kaya akan budaya dan keindahan alamnya, Pilkada 2024 dipandang sebagai tonggak penting dalam perjalanan politiknya.  Salah satu aspek yang perlu di perhatikan yaitu pendidikan pemilih, dimana aspek ini  yang menentukan pemimpin seperti apa yang layak dipilih. Pemilih di Manggarai Timur dapat dikelompokan menjadi tiga jenis pemilih yaitu pemilih Tradisional, pemilih Rasional dan pemilih Fomo. Pemilih Tradisional adalah pemilih yang mudah dimobilisasi dan dikenal sangat loyalitas. Mereka sangat me

SALAH SATU TULISAN YANG BISA DI KAJI MENJADI PENULISAN SKRIPSI CESSIE WAJIB DIBERITAHU KEPADA DEBITUR ???

APAKAH CESSIE WAJIB DIBERITAHU KEPADA DEBITUR ? Cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang biasa berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual tagihannya kepada orang lain. Cessie diatur dalam KUH Perdata pasal 613 ayat (1)  dan (1)  Dalam cessie di kenal pihak-pihak sebagai berikut: Cedent => Kreditur yang mengalihkan tagihan; Cessionaries => orang yang menerima pengalihan tagihan ( kreditur baru); Cessus =>Debitur ( Berhutang)  Apakah debitur harus diberitahu oleh kreditur awal sebelum melakukan cessie ?  Berdasarkan Pasal 613 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa : " penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan dengan mana hak2 atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain". Sejalan dengan pasal tersebut diatas, Profesor Subekti berpendapat bahwa  pemindahan piutang dari kreditur l

Kebijakan dalam memilih pemimpin berdasarkan Hati Nurani.

Kedaulatan rakyat tidak akan terwujud hanya karena ungkapan romantik-retorik semata. Proses pemilihan calon penguasa sangat rumit memerlukan kegigihan, keuletan, serta stamina untuk mendapatkan pemimpin yang mengabdi kepada rakyat. Oleh sebab itu, daulat rakyat tidak akan terwujud hanya karena ungkapan romantik-retorik semata. Kelengahan rakyat memilih pengelola kekuasaan negara akan berakibat rakyat menuai derita dan sengsara. Adagium Hukum "Vox Populi, Vox Dei" artinya Suara rakyat adalah suara Tuhan.  Derajat kemuliaan suara rakyat dijunjung tinggi setara kuasa Sang Ilahi, menjadi saklar tertinggi untuk dipercayakan kepada para wakil rakyat dan penguasa negara. Rakyat mengganjar atau mengangkat mereka bermartabat, terhormat, dan otoritas politik agar kekuasaan dikelola guna mewujudkan kesejahteraan bersama.  Rakyat mempertaruhkan nasib dan masa depannya bangsa ada pada mereka untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan kemajuan negara. rakyat harus menjunjung tinggi nilai